Minggu, 23 November 2014

Cahaya Palsu



Cahaya Palsu

Aku mulai memasuki sekolahku. Berjalan mengitari lorong sekolah, berhenti sejenak dan melihat setiap tulisan di dinding – dinding kelas. Tanggal 3 Januari 2013, hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah semester genap. Dengan penuh rasa penyesalan dan berat hati aku mencari ruang kelasku. Aku masuk jurusan IPS, jurusan yang bagiku adalah jurusan yang membosankan dan sangat tidak kuharapkan. Seakan usahaku selama ini untuk masuk IPA hanya sia – sia.

Banyak dari teman - temanku yang tidak menyangka kalau aku masuk ke jurusan IPS. Bagaimana tidak, aku adalah anak olimpiade Fisika saat kelas X dan mengikuti beberapa lomba. Tapi mengapa bisa? Aku kurang apa sampai bisa masuk IPS? Apakah ada mafia di sekolah ini? Pikirku saat berjalan mencari kelasku. Aku merasa sangat kecewa dan malu, sampai muncul keinginanku untuk pindah dari sekolahku. Tapi karena nasehat orang tuaku akhirnya aku mengurungkan niatku. Setelah sekian lama, akhirnya aku menemukan kelas yang akan menjadi saksi hidup perjalananku di SMA. 

“IPS 2 – 2”

Akhirnya aku menemukan kelasku. Dengan menahan rasa sakit yang dalam aku berjalan sampai di depan pintu ruang kelas. Bayanganku saat memasuki ruang itu aku akan menemui anak – anak yang nakal dan cerewet, karena selama ini jurusan IPS sering diidentikkan dengan jurusan anak yang tidak jelas dan nakal. 

“Bismillahirrohmanirrohim.” aku mulai memasuki ruang kelas itu. Kulihat ke setiap sudut ruangan kelas. 

“Pras, kamu masuk kelas ini tho? Waah sekelas dong sama aku.” Ujar seseorang yang sudah berada di belakangku. Ku tolehkan kepalaku. Ternyata itu Tama, teman dekat di kelasku dulu.

“Weeh Tama, kita kumpul lagi, seneng banget ak sekelas sama kamu lagi.” Ujarku sambil bersalaman dengannya.

Setelah meletakkan tas, aku lalu duduk dan mengobrol dengan Tama. Satu per satu teman baruku memasuki kelasku. Aku dan Tama beranjak bangkit. Seperti pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang aku mulai berkenalan dengan teman – teman baruku. 

“Hai namaku Pras, namamu siapa?” Setiap teman baruku yang datang kuberikan kata – kata itu. Banyak wajah baru di kelasku yang tak kukenal bahkan tak pernah kulihat. 

“Pras, ini kesempatanmu untuk cari cewek, hahaha.” Bisik Tama padaku.

“Ah kamu bisa aja, semangatku udah putus untuk sekolah!”

“Putus Pram? Kayak .... ” ujar Tama dengan keras, lalu berlari keluar kelas.

“ Tamaa awas kau!” cetusku dengan nada kesal.

Aku duduk kembali, melamun sembar memikirkan mengapa aku bisa masuk IPS. Ak masih sangat menyesal karena masuk IPS. Aku berpikir ini seakan – akan akhir dari kisah SMA ku. Lalu kulihat lagi ruang kelasku, tetapi aku merasa gelap saat melihat setiap sudut kelas. Tetapi hal aneh yang kualami. Saat aku mulai melihat pintu, ada secercah cahaya yang muncul dan mulai mendekatiku. Cahaya itu semakin mendekat dan mendekat. Bidadari?!

“Halo, namaku Vita, namamu Pras ya?” terdengar suara merdu yang datang dari bidadari kahyangan itu. Ah.. wajahnya cantik berkilauan seperti berlian. 

“Hey hey, namamu Pras kan?” dia berkata lagi sambil menahan tawa. Lalu aku tersadar dari lamunanku dan menoleh ke wajahnya.

“Eh.. e.. iya namaku Pras. Salam kenal.” kataku sambil menahan malu. 

“Ha ha ha, makanya pagi pagi jangan melamun terus.” ujar Vita padaku.

“Iya iya, tadi nggak ndenger kamu manggil.” 

Dia hanya tersenyum, lalu meninggalkanku dan menuju ke tempat duduknya.

Entah mengapa aku merasa bergetar dan deg – degan yang luar biasa saat melihatnya. Pikiranku yang tadinya diselimuti oleh hujan badai seakan reda, dan menjadi cerah saat melihatnya. Apakah ini yang disebut cinta dari mata turun ke hati?

“Nggak nggak, maklumlah wajahnya cantik, jadi gini nih aku.” ujarku dalam hati. 

Lalu kami memulai kegiatan pertama di kelas baru. Aku terpilih menjadi ketua kelas, walaupun sebenarnya aku dipilih karena dijerumuskan teman – temanku. Dan wakilnya adalah Vita. Hatiku sangat bahagia sekali saat mengetahui Vita menjadi wakilku. Tetapi aku berusaha bersikap biasa agar tidak terlihat aneh.

“Vit, aku minta nomermu dong, biar kita bisa berhubungan tentang kelas.” ujarku pada Vita

“Nih aku kasih, tapi jangan macem macem ya.” Jawab Vita

Vita menulis nomor teleponnya di LKS ekonomiku. Berawal dari ini, aku mulai berhubungan dengan Vita. Aku duduk di sebelah Hanan. Didepanku ada Vita. Saat pelajaran aku tak bisa berhenti untuk mencuri pandang melihat Vita. Lama kelamaan Vita menjadi seperti narkoba bagiku. Aku tidak bisa berhenti memperhatikannya. Apalagi aku duduk dibelakang Vita. Lama kelamaan aku merasa jatuh cinta padanya, tetapi masih kusembunyikan karena aku tidak melihat Vita menaruh perhatian padaku. Hari demi hari kulalui, aku merasa semakin kuat perasaanku pada Vita. Aku berusaha untuk tidak melihatkan perasaanku padanya. 

“Vit, ini caranya gimana? aku nggak bisa.” Kataku pada Vita

“Pras nanti dulu lah, aku masih tanya nih sama Vita.” Cetus Hanan padaku.

“Udah, jangan gitu tho. Aku jadi bingung.” Ujar Vita

Mengetahui aku dan Hanan sedang bersitegang, Tiar, Shidqi dan Adit lalu bernyanyi dan berkata, “Kuakui ku sangat – sangat menginginkanmu, tapi kini ku sadar ku diantara kalian, cie cie Pras & Hanan rebutan, hahaha” 

Mulai saat itu, saat aku dan Hanan sedang berbicara dengan Vita , mereka selalu menyanyikan lagu D’ Masiv itu, dan mulai itu Vita terlihat malu – malu saat berbicara denganku. Itu juga yang membuatku semakin dekat dengan Vita. Dan tak terasa aku sudah mencari ilmu di kelas IPS 2 selama satu tahun

***

“Aduh, minggu depan udah UTS ya.” Ujar Vita pada kami

“Iya nih, aku banyak yang belum paham lagi, hah.” Kesal Hanan.

“Gimana kalau kita belajar bareng sebelum tes?” tawarku pada mereka.

“Emmm, ide bagus tuh, di rumahku aja gimana?” jawab Rahma.

“Oke sip, siapin makanan yang banyak ya.” 

“Kalau itu pasti Pras, he he he.” Jawab Rahma

Tes tengah semester tinggal besuk, aku dan teman – temanku belajar bersama, untuk saling melengkapi pelajaran yang akan di teskan. Bagai mendapat durian runtuh, aku mendapat banyak keuntungan dari belajar bersama itu. Pengetahuanku akan pelajaran makin banyak dan hubunganku dengan Vita mulai itu meningkat tinggic. Vita kulihat mulai memperhatikanku dan selalu berusaha mendekatiku. Betapa senangnya hatiku. Usahaku selama ini berbuah hasil. Dan ternyata jurusan IPS tidak membawa bencana seperti yang kubayangkan dulu, tetapi membawa berkah yang melimpah. Aku semakin bersemangat dan yakin kalau Vita ditakdirkan untuk bersamaku. Setelah kejadian itu aku dan Vita semakin dekat dan dekat. Bahkan aku dan Vita sudah seperti berpacaran walaupun kenyataannya masih sebatas teman tapi mesra, diistilahkan TTM. 

Hari – hariku di sekolah semakin indah. Perasaanku tiap hari diisi dengan kebahagiaan bersama Vita, sampai – sampai aku tidak dapat berpisah tempat duduk dengannya. 

***

Kring Kring Kring Kring!!!

Segera aku matikan alarmku, karena aku bangun lebih dulu dari alarmku. Aku sudah tidak sabar dengan hari ini. Aku akan berangkat karya wisata ke Bali selama seminggu. Setelah sholat subuh, aku berdoa agar nanti diberi keselamatan dan kelancaran dalam perjalanan.

Aku juga berdoa semoga aku bisa duduk dengan Vita, orang yang setiap hari membuatku merasakan indahnya cinta, kebetulan juga aku satu bus bersama Vita. Aku mempersiapkan segala kebutuhanku sebagai bekal selama di Bali. Tak lupa aku membawa banyak makanan untuk dilahap saat perjalanan nanti, karena perjalanan menuju ke sana cukup panjang, dan aku berada di bus yang sama dengan Vita. 

“Pras, hati – hati dalam perjalanan, jaga kesehatanmu di sana, jangan lupa makan, jangan dihabiskan uangnya.” ujar mamaku.

“Iya mah, aku berangkat dulu ya.” 

Aku lalu menyalami ibuku dan ayahku, dan aku memasuki bus. Setelah berjalan aku terdiam, karena Vita sudah duduk dengan temannya. “Aduh aku kalah cepat.” Gumamku dalam hati. Lalu aku duduk paling belakang yang luas dan bisa melihat seluruh penumpang bus, terutama Vita. Setelah perjalanan yang cukup lama terpintas keinginan untuk bisa duduk di samping Vita.

Aku tidak sengaja memperhatikan Vita dengan lama, sehingga teman – temanku mempergoki aku dan memojokkan aku. Aku sangat senang, karena teman – temanku mempojokkan dan mengejek aku, sehingga aku bisa duduk disamping Vita. Awalnya aku menolak untuk duduk disamping Vita. Aku tidak ingin kenyamanan Vita terganggu olehku. 

Bus yang membawaku berhenti di SPBU untuk mengisi solar. Aku dan Hanan turun karena ingin BAB. Setelah selesai, aku masuk ke bus. Betapa kagetnya aku, ternyata teman – temanku sudah merencanakan suatu hal padaku. Kursi bus yang aku duduki ternyata sudah terisi oleh temanku yang lain. Hanya ada satu kursi kosong, yaitu disebelah Vita.

“Aku kan tadi duduk disini, kamu pindah sana!”

“Eeee.. nggak bisa dong, siapa cepat dia dapat, udah sana duduk di samping Vita. Kamu ingin kan?” ujar Tama. 

Aku tak bisa berkata – kata. Aku hanya pasrah dan duduk di samping Vita. Aku sebenarnya kesal, tetapi juga sangat senang karena duduk dengan Vita. Vita tersipu malu melihat aku duduk di sampingnya. Dia seakan juga ingin duduk di sampingku. Perjalananku menuju ke Pulau Dewata saat itu mulai berubah. Asap kendaraan dan rimbunnya pepohonan di sepinggir jalan menemani perjalananku menuju ke Pulau Dewata. Perjalananku seperti kencan bagiku. Dinginnya AC bus seakan penyejuk di bawah pohon rindang bersamanya. Serasa bus yang membawa kami hanya milikku dan Vita. Aku tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya aku saat itu.

Perjalanan ke Bali menjadi titik puncak cintaku dan Vita bersemi. Perjalanan yang sangat berkesan itu membawa kebahagiaan bagi kehidupanku. Saat perjalanan pulang, kuberanikan diriku untuk mengungkapkan perasaanku padanya.

“Vit, mungkin aku tak bisa berkata seperti pujangga, dan aku mungin tak bisa bersikap romantis padamu. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku sangat menyayangimu. ...

Mendengar kata – kata Pras, Vita menghela nafas.

“Kamu mau kan jadi milikku?” aku tanya pada Vita

“Aku pikir – pikir dulu ya Pras, mungkin seminggu lagi aku kasih jawabanku.” 

Sejak hari itu aku terus menunggu. Satu minggu berlalu, Vita belum memberikan jawaban. Dan berminggu – minggupun berlalu sampai 3 bulan aku menunggu, Vita masih belum memberikan jawaban. Aku lalu memberanikan diri untuk bertanya pada Vita.

“Vit, bagaimana keputusanmu?”

“Kamu kemana aja sih, kok kamu tidak bertanya padaku? Ini sudah 3 bulan!” Ujar Vita.

“Kenapa kamu tidak berinisiatif menjawab pertanyaanku yang lalu?”

“Jadi kamu menyalahkan aku? Aku ini wanita, Pras. Haruskah wanita yang memulai?”

“Tapi Vit...”

“Terserah kamu sajalah.” potong Vita cepat. Vita pun berjalan menjauh. Meninggalkan aku sendiri dengan ketidakpastian.

Aku tak bisa berkata – kata lagi. Hatiku terasa ditusuk kata yang tajam dan besar. Perasaanku bercampur aduk. Marah, sedih, patah hati, kecewa dan masih banyak lagi. Sejak saat itu hubunganku dengan Vita mulai merenggang, bahkan aku sudah tak pernah berkontak dengannya. Dia semakin menjauh dariku. Hingga sekarang, hubunganku dengannya sudah menjauh. Aku sempat berharap hubunganku dengan Vita seperti dulu. Tetapi itu mustahil, karena dia sekarang berbeda dengan yang dulu. Semakin aku menjauh darimu, rasanya aku semakin merasa tak bisa hidup tanpa Vita

Kudengar kau dekat dengan lelaki lain. Walaupun sebenarnya sakit, tetapi aku hanya bisa berharap semoga Vita mendapatkan yang lebih baik dariku. 

“Dan aku masih saja merindukanmu, berharap bisa melihat senyummu di antara garisnya, bahkan di sini, di antara putaran malam dan siang yang terasa singkat.”

“Hujan sore ini menyiram benih-benih kenangan Januari dalam benakku. Hujan yang selalu membanjiri hatiku yang pekat dengan namamu, juga mengobati hatiku yang lebam karena cintamu.”

“Tentang Rasa yang terlukis dan terbingkai manis dalam lembar cerita pertemuan pertama. ya, Tentang kau yang satu yang memikatku.”

“Tetesan hujan ini mengenangkan setiap kisah kita. Lihat, ada potret di dalamnya, sayang: slide-slide hitam putih yang merekam setiap kenangan manis; senyuman hangat; peluk yang tak akan lepas; bahkan pertengkaran kecil, milik kita. Aku rindu kita yang dulu.”

Kata – kata dari blog seseorang ini yang menggambar keadaanku sekarang. Apakah mungkin aku dan Vita bisa bersatu lagi? Entahlah. Hanya waktu yang akan menjawab. 


Karya : Faizal Fahmi

1 komentar: