Sabtu, 01 November 2014

Pelangi Temani Langkahku

Saat kubuka mataku, aku bergegas merapikan tempat tidur dan kubuka kaca jendela kamarku. Aku memandang sang surya yang mulai menampakkan sinarnya, merasakan hembusan udara di pagi hari yang segar, mendengar suara ayam yang berkokok, dan melihat indahnya pagi yang cerah ini. Semoga pagi yang cerah ini membuat aku lebih bersemangat.
Oh iya, kenalin namaku Tasya Falentina. Aku biasa dipanggil Nana. Aku berumur 12 tahun dan aku masih duduk di bangku kelas 6 SD.
Aku punya seorang sahabat, ia adalah orang yang paling aku sayang. Namanya Naira Ramadhani. Ia biasa dipanggil Rara. Aku sangat sayang kepadanya karena dia adalah penyemangatku. Rara adalah anak yang sangat antusias, kreatif, lucu, hebat, dan bisa berfikir dewasa. Dan selama itu pula, kita bisa saling mengerti, memberi nasehat, mengingatkan perbuatan yang tidak seharusnya, saling mengisi, selalu bersama, dll. Aku yakin, pasti persahabatan ini akan abadi dan tidak akan hancur. Semoga saja ...
Pagi ini aku beranjak ke sekolah bersama Rara sahabatku. Kami menyusuri tepian sungai, kulihat pula hamparan padi yang menghijau. Cuaca hari ini sangat bersahabat, ditambah dengan kicauan burung indah yang membuat langkah kami lebih semangat berangkat ke sekolah. Di sepanjang perjalanan kami saling bercengkerama. Kami sedang membicarakan hasil UN yang akan dibagikan nanti.
Setelah tiba di sekolah, aku dan Rara bergabung bersama teman teman yang lain. Rara duduk di bangku sebelahku. “Na, aku deg deg an nih.”, kata Rara. “Aku juga Ra, nggak cuma kamu aja”, jawabku. “Aku takut kalo nggak lulus Na”, jawab Rara lagi. “Kamu nggak boleh bilang gitu Ra. Ingat ucapan adalah do’a, kamu harus optimis. Dan yakin aja kalo kita berdua pasti lulus dengan nilai yang memuaskan”, jawabku. “Amin... Iya Na semoga saja. Makasih kamu udah menasehatiku dan hatiku sekarang menjadi lebih tenang. Kamu memang sahabat terbaikku”, jawab Rara. “Iya Ra sama sama”, jawabku lagi.
Setelah menerima hasil UN, ternyata aku dan Rara lulus. Tapi aku sedih, karena hasil belajar Rara tidak seperti apa yang kami harapkan. Kami berdua sampai meneteskan air mata. Aku berusaha untuk menghibur Rara, menasehatinya, dan aku juga memeluknya. Akhirnya Rara pun menjadi lebih tenang. Setelah tiba di akhir acara perpisahan, aku dan Rara pun berpelukan dan berjabat tangan dengan teman teman dan guru tersayang. “Jangan lupakan aku ya Ra? Kita juga masih bisa bertemu dan sms-an”, kataku. “Iya Na, pasti”, jawab Rara. “Maafkan aku atas kesalahan ku selama ini ya teman? Semoga kalian semua tidak akan pernah melupakan kenangan terindah yang pernah kita alami selama 6 tahun ini”, kata Santi (temanku dan Rara). “Iya Santi, itu pasti. Dan maafkan juga kesalahanku dan teman teman yang lain selama ini.” ,jawabku, Rara, dan teman teman. “Iya teman. Kalian tidak punya salah kok sama aku”, kata Santi. “Iya makasih”, jawabku, Rara, dan teman teman. “Sampai jumpa semua... Aku akan selalu rindu sama kalian”, tambah Edo. “Iya Edo, kami juga, sampai jumpa lagi...”, jawab kami serempak. Akhirnya kami pun berpisah dan pulang ke rumah masing masing.
Minggu demi minggu pun berlalu. Ternyata, aku dan Rara bersekolah di SMP yang berbeda. Sebenarnya aku sedih, tak bisa bersama sahabat yang paling aku sayang. Tapi aku harus ikhlas, karena ini sudah kehendak Tuhan. Sampai saat ini, Rara tidak mengabari keadaannya sekarang. Aku menjadi cemas. Aku pun tidak tahu Rara bersekolah di SMP mana. Rara juga selalu dihubungin, tapi nggak dibales.
Hari minggu aku datang ke rumahnya. “tok, tok, tok ...”, aku mengetuk pintu. “Oh Nana, ada apa Na? Pasti mau bertemu Rara ya? Silahkan masuk dulu, nanti Tante panggilin”, kata Tante Ani (Ibu Rara). “Oh iya Tante, makasih”, jawabku. Lalu aku masuk dan menunggunya di ruang tamu.
Hatiku sangat bahagia akan bertemu sahabat yang paling aku sayang, karena sudah lama aku tidak berjumpa dengannya. Beberapa menit kemudian Tante Ani menghampiriku. “Maaf Na, tapi kata Rara dia nggak mau diganggu dan ketemu kamu dulu”, kata Tante Ani. Saat itu juga, aku menjadi bingung dan menangis dalam hati. Hatiku tidak karuan. Antara sedih, bingung, pengen marah, pengen tanya, dan tidak percaya dengan ini semua. Dengan suara sedih, aku berpamitan. “O ya sudah Tante, nggak apa apa. Makasih ya Tante, Nana pulang dulu”, kataku. “Iya Na, hati hati di jalan ya!”, jawab Tante Ani.
Setelah aku sampai di rumah, aku pun langsung beranjak peri ke kamar. Aku merenung. (Kenapa semua jadi seperti ini? Apa salahku? Kenapa Rara menjadi berubah seperti itu? Ya Allah, berikanlah hambamu ini kekuatan...), batinku. Aku pun menangis dan merenungi ini semua. Peristiwa itu sangat menyakitkan, aku seperti ditinggalkan oleh seseorang yang sangat aku sayang. Peristiwa itu pun juga terjadi secara tiba tiba dan membuat aku sangat bingung. Lalu aku berwudhu dan kemudian melaksanakan sholat. Setelah selesai sholat, aku meminta kepada Allah supaya aku diberi kekuatan untuk menerima semua ini. Akhirnya hatiku menjadi sedikit lebih tenang.
Esoknya aku berangkat ke sekolah. Walaupun sebenarnya perasaanku masih sedikit sedih. Temanku menyapa dan mengajakku ke koridor sekolah. Tiba tiba temanku bertanya. “Kamu kenapa Na? Kok sepertinya kamu sedang sedih? Kamu punya masalah apa? Cerita aja sama aku, Insya Allah aku  bisa cari solusinya”, kata Salsa (teman sebangku ku). Lalu aku ceritakan semuanya kepada Salsa tentang apa yang kualami saat ini. “Udah Na, kamu sabar aja. Mungkin ini salah satu cobaan buat kamu. Aku ngerti perasaanmu gimana. Aku juga pernah ngerasan hal yang sama. Tapi kamu harus kuat. Aku yakin, seorang Nana pasti bisa sabar dan kuat. Dan lupakan saja masalah ini, daripada membuat kamu sedih.”, jawab Salsa setelah mengetahui peristiwa yang terjadi padaku. Aku menjadi sadar, kalau aku terus terusan sedih, tidak ada manfaatnya juga. Dan ini bisa dijadikan pelajaran buat aku. “Makasih Sa, kamu udah nasehati aku, sekarang hatiku menjadi lebih tenang”, kataku.”Iya sama sama.” Jawab Salsa.
Tahun demi tahun pun berlalu. Akhirnya aku bisa melupakan peristiwa ini.
Hari Minggu yang cerah ini, aku mengisi waktu luangku untuk membaca novel di kamar. Kubaca novel yang berjudul “Sahabat Terlupakan”. Tiba tiba aku teringat oleh masa lalu, tentang sahabatku yang membuat hatiku terasa gundah. Kubasahi hatiku dengan tangisan dan kurenungi peristiwa itu dengan kesedihan. Dibalik kaca jendela kamarku, kupandangi hujan deras yang bercampur dengan matahari yang masih menampakkan cahayanya. Beberapa saat, hujan itu reda, walaupun masih ada sedikit cahaya matahari yang masih menerangi dunia. Di pokok sana, kulihat pelangi yang sangat indah seakan pelangi ini menerangi, menenangkan, dan menguatkan hatiku. Hatiku terasa menjadi lebih tenang.
Mulai kulupakan kembali kenangan kenangan pahitku di masa lalu. Dan aku beranjak pergi ke dekat jendela menuju meja belajarku, lalu mengambil buku harianku. Kupandangi foto sahabat baruku yang juga menyayangiku dan selalu menemaniku setiap waktu, yaitu Salsa. Walaupun mungkin aku tidak bisa melupakan kelakuan Rara padaku, namun aku akan selalu mengingat kebaikannya. Keesokan harinya, aku dan teman teman SDku berkumpul kembali di SD. Kulihat, ternyata Rara juga ikut berkumpul bersama teman teman. Tak kusangka, ternyata Rara menghampiriku. “Maaf ya Na... Bukannya aku bermaksud untuk menghindar dari kamu. Tetapi saat itu aku sedang kehilangan sesosok Ayah yang selalu menghiasi hariku. Dan keluargaku berusaha menutupi segala kesedihanku.”, kata Rara. “Aku turut berduka cita atas kepergian Ayahmu Ra... Semoga Ayah kamu tenang di sana dan diterima di sisi Tuhan. Dan maaf aku baru mengetahui berita ini”, jawabku. “Iya makasih, nggak apa apa kok”, kata Rara. Dan akhirnya kita berdua pun saling berpelukan dan menceritakan pengalaman indah saat di sekolah baru. Hubungan kami pun kembali menjadi lebih baik seperti dahulu. Aku bahagia telah mempunyai dua sahabat yang baik dan sayang kepadaku. Aku sayang sama kalian sahabat sahabat ku... Dan pelangi lah yang temani langkah ku menuju kebahagiaan dan meninggalkan keterpurukan ku kala itu...


Karya : Salma Della M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar